Sabtu, 05 Januari 2019

Impian dari Tanah Mutiara Hitam Indonesia Bag. 1



SEKILAS CITA-CITA
Sejak duduk di bangku sekolah dasar entah kenapa aku ingin sekali menjadi seorang guru, mengajar di depan siswa-siswinya, bermain bersama, bahkan kelihatannya tugas sebagai guru itu sangatlah mudah. Saat tanggal merah, libur semester tidak hanya siswanya tetapi juga seluruh guru libur, dilihat dari kerjanya saja hanya dari pagi sampai siang hari masih ada waktu untuk aktifitas lainnya di sore hari. Pokoknya dulu aku berkeinginan menjadi seorang guru karena terlihat menyenangkan, gampang dan tidak sampai menyita waktu.
Aku kira cita-cita seorang anak biasanya berubah-ubah, tetapi sampai aku menginjak bangku SMA, cita-cita menjadi sosok yang memberikan ilmu semakin kuat. Malahan saat masuk bangku SMP, keinginan ini menjadi lebih spesifik lagi yaitu menjadi guru mata pelajaran matematika alasannya pasti mudah untuk ditebak karena pada waktu itu mata pelajaran yang paling aku suka adalah matematika. Saat menginjak bangku SMA, posisi guru tetap menjadi nomor satu dalam deretan cita-cita yang ingin aku capai, namun terjadi perubahan pada mata pelajarannya yang semula matematika berganti menjadi fisika. Maka dari itu, aku mendaftar di perguruan tinggi dengan prodi pendidikan fisika dan juga pendidikan matematika sebagai pilihan keduanya.
Adanya perkembangan keinginan sebagai seorang guru hadir pada saat aku menikmati masa-masa sebagai seorang mahasiswa. Aku sadar bahwa pendidikan adalah aspek paling penting dari aspek lainnya dalam perkembangan suatu bangsa, dan guru pasti turut andil di dalamnya. Seseorang mampu mengubah hidupnya, menjadi seorang ilmuwan, seorang ahli, direktur, bahkan seorang petani pastilah tak lepas dari adanya guru yang memberikan ilmu pada mereka. Selain itu, dimasa menjadi mahasiswa ini pun, entah muncul dari mana, entah siapa yang mempengaruhi. Aku ingin pergi ke seluruh penjuru negeri, memperkaya pengalaman dan keilmuanku, mengeksplor pendidikan yang ada di pelosok negeri, mengabdikan diri, berbagi ilmu dan turut mendidik generasi muda. Bahkan timbul juga keinginan untuk membentuk suatu system pendidikan dengan lembaga pendidikan nonformal yang memang sesuai untuk pendidikan yang ada di setiap daerahnya (mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai macam suku, budaya dan karakteristik masyarakat yang berbeda). Diakhir masa kuliahku, selain keinginan itu semakin kuat, justru aku memikirkan arti guru yang sebenarnya. Apakah guru itu adalah sesosok individu yang mengamalkan ilmunya ataukah arti yang sebenarnya lebih dari itu?. Sampai sekarang aku terus mencari makna sebenarnya dari kata “guru”.
           
TEROBOS DINDING BERNAMA SELEKSI
Dulu impian itu mungkin hanya sekedar impian, hanya sekedar angan, dan hanya sekedar tulisan (berkat mengikuti training waktu SMA, aku sering menuliskan bahkan menempelkan gambar-gambar target dan impian yang hendak aku capai sampai sekarang), tetapi aku tahu banyak orang bisa mewujudkan impiannya dengan diawali coretan kecil tentang impian mereka. Benar saja, dipenghujung status kemahasiswaaanku, berdatangan info seputar program pendidikan yang mengirim pesertanya untuk mengabdi ke seluruh pelosok negeri. Tentu saja kesempatan ini tak boleh aku sia-siakan. Aku cari informasinya dari internet terkait waktu pendaftarannya dan juga persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti biasa setiap kegiatan pasti harus mengisi biodata diri secara lengkap, yang berbeda adalah ada satu kegiatan yang mana pada pengisian data kita harus membuat essai pendidikan. Iii waaww banget, dulu iya sempat belajar bikin essai (waktu SMA) tapi udah lama banget gak pernah bikin begituan alhasil aku hanya mampu mengungkapkan apa yang menjadi obsesiku untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Ada juga pengisian beberapa pertanyaan mengenai pendidikan dan apa yang bisa kita berikan untuk pendidikan, jujur yang ini sulit banget mengungkapkan (kebiasaan udah ada di otak, tapi menyusun kalimat yang menyentuhnya itu, yang ngena bangetnnya itu susah brooo). Yah walaupun demikian setiap seleksi aku coba ikuti dengan baik meskipun hasilnya tidak sesuai harapan, aku Gagal untuk menjadi bagian dari kegiatan tersebut dan mewujudkan mimpiku adventure ke pelosok negeri.
            Selang beberapa bulan setelah wisuda dan dari gagalnya menjadi peserta program mengajar kepelosok, satu program sejenis kembali hadir. Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T). Nama program ini sebetulnya sudah aku dengar dari salah satu sahabat yang juga tertarik mengikuti program ini sejak kami memasuki tahun ke-3 kuliah. Kegiatan ini merupakan program yang diprakarsai oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan juga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdibud) untuk mengirim guru-guru terbaik mengajar dan mengabdi pada masyarakat di daerah 3T selama satu tahun lamanya. Tahun ini merupakan tahun ke-6 program ini dilaksanakan dan setiap tahunnya kementrian telah sukses mengirimkan guru-guru berkualitas ke seluruh pelosok negeri dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat yang ada disana. Aku selalu menanti informasi-informasi mengenai kegiatan ini serta tanggal pembukaan pendaftarannya. Tentu saja butuh kesabaran untuk menanti program ini karena banyak yang bilang bahwa program ini sudah berakhir di angkatan ke-5. Namun aku tetap yakin bahwa program ini akan kembali dilaksanakan mengingat kondisi pendidikan di Indonesia masih di bawah garis merah terutama untuk anak-anak yang ada dipedalaman sana. Allah memang maha baik, tahu apa yang memang baik untuk umatnya, pendaftaran akhirnya dibuka pada bulan juni 2016 bertepatan dengan bulan ramadhan. Tak perlu dinanti-nanti, dengan segera aku buka website dikti.go.id, aku baca informasi serta jadwal kegiatannya. Ada beberapa tahap seleksi yang dilakukan yaitu seleksi administrasi, tes online, dan wawancara sebelum nanti kegiatan prakondisi (pembekalan). Setelah dirasa cukup jelas, aku mulai mengisi formulir pendaftaran berikut melengkapi administrasi yang menjadi ketentuan penyelenggara seperti scan ijazah, transkrip nilai, foto, dan data diri. Satu bulan jangka waktu untuk pendaftaran kegiatan ini, pengumuman untuk seleksi administrasi dijadwalkan setelah hari raya idul fitri pada bulan juli mendatang.
Tak percaya rasanya, saat hasil seleksi administrasi diumumkan melalui website dikti.go.id, disana tertera tulisan yang cukup panjang berikut tulisan “...LOLOS dan berhak mengikuti tes online ...”. antara percaya atau tidak langsung mengucap rasa syukur dengan tetesan air mata atas diberikannya kesempatan untuk lanjut ke tahap berikutnya yaitu tes online. Tes online merupakan tes bidang studi sesuai bidang keahlian yang diisi secara online. Tes ini dilaksanakan di setiap LPTK yang telah di tentukan oleh pihak kementrian sebagai LPTK penyelenggara SM-3T di setiap kawasan seluruh Indonesia. Tes online dijadwalkan seminggu setelah pengumuman seleksi administrasi dan akan dilaksanakan selama 3 hari masing-masing dalam 3 sesi. Untuk menghadapi tes online ini, aku bersama satu sahabat waktu kuliah yang juga lolos mulai mempersiapkan diri menghadapi tes tersebut. Berbekal kisi-kisi yang kami download dari web dikti, kami mulai pelajari satu persatu materi pelajaran terutama untuk materi yang sedikit sulit.
Hari dimana jadwal untuk tes online sudah dimulai, aku dan temanku mendapat jadwal di hari dan sesi yang sama hanya berbeda ruangan saja. Berbekal restu dari kedua orang tua, aku berangkat menuju medan perang di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk memulai pertarungan secara sportif bersama ribuan peserta yang juga lolos seleksi administrasi.tantangan sudah mulai dirasakan, mulai dari pengisian username da kata sandi yang harus tepat penulisan per hurufnya (beberapa kali aku mengalami kesalahan pengetikan sehingga tidak bisa masuk ke akun atas namaku). Dari segi soal yang terdiri dari 30 soal pilihan ganda yang cukup variatif dengan total waktu yang diberikan adalah 90 menit, ada sola hitungan yang tidak memerlukan cara perhitungan, ada soal yang memerlukan analisis yang tinggi, ada juga soal yang dengan berbagai cara cukup sulit menemukan jawabannya, tetapi kebanyakan soalnya memang sudah termasuk soal untuk kemampuan-kemampuan tingkat tinggi.  Selesai mengerjakan soal, aku dan temanku berbincang-bincang mengenai pelaksanaan tes online yang kami lalui. Pesimis yang kami rasakan untuk bisa masuk ke seleksi tahap berikutnya, tetapi kami berusaha untuk tetap semangat dan berdo’a semoga tetap diberikan yang terbaik.
Hasil seleksi tes online di umumkan melalui website dikti.go.id dan juga upi.edu. deg-degan yang bercamur rasa khawatir pada saat membuka website tersebut untuk melihat hasil dari tes onlie yang telah dilaksanakan, hati dipersiapkan untuk bisa menerima kekalahan dari medan perang. Seperti biasa pengumuman hasil seleksi terdapat kalimat-kalimat yang panjang, tetapi tujuan pertama adalah mencari kata “LOLOS” atau “GAGAL”, dan sungguh kembali hasil tak terduga, tak bisa dipercaya tes online yang menjadi suatu kelemahan dalam setiap seleksi karena ketidakpedeanku ini bisa memberikan hasil yang baik. Kembali tertera tulisan “... LOLOS dan berhak mengikuti tes wawancara ...”, aku langsung mengucap rasa syukur karena ALLAH SWT masih memberi kesempatan untuk terus berperang di medan berikutnya. Air mata pun hampir menetes kembali, mungkin karena ingat posisiku sedang ditengah keramaian jadi air mata yang sudah menjadi bendungan tidak sampai jebol dan kembali ke volume yang stabil. Kabar gembira ini langsung aku beritahukan pada kedua orang tuaku yang ada di rumah. Mereka bangga serta tetap memberi do’a dan semangat agar tahap berikutnya bisa dilaksanakan dengan baik. Rasa tak percaya juga dialami oleh sahabatku yang sama-sama lolos ke tahap berikutnya. Kami sama-sama senang sekaligus heran tak menyangka kesempatan kami terus berlanjut.
Jangka waktu pengumuman hasil seleksi dan pelaksanaan seleksi berikutnya hanya berselang dua hari. Padahal saat seleksi wawancara semua persyaratan mulai dari biodata, surat keterangan sehat dari dokter, Ijazah, Transkrip Nilai, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN), surat-surat lainnya dan persyaratan administrasi lainnya harus lengkap dibawa untuk pengecekan. Sementara waktu dua hari tersebut adalah waktu weekend yang kebanyakan lembaga BUMN atau swasta libur kerja. Ku crosscheck persyaratan yang ada dan masih harus aku siapkan. Beberapa yang harus segera ku buat adalah SKBN, surat dokter, dan surat keterangan belum menikah dari KUA. Beruntung bagi aku dan temanku karena hari sabtu polres kota Bandung masih bertugas sampai siang hari dan ada salah satu puskesmas yang masih membuka jam untuk melayani pasien. Sepagi mungkin kami berangkat menuju puskesmas untuk melakukan pemeriksaaan. Walaupun masih pagi, tapi antrian sudah panjang sekali sehingga kami harus sabar menunggu giliran.
Selesai membuat surat dari dokter, kami langsung melesat menuju klinik polresta Bandung yang berada di jalan Jawa. Beruntung jalanan tidak begitu padat hingga kami bisa mengejar waktu. Di klinik tersebut kami melakukan tes urine sebagai syarat pemeriksaan pembuatan SKBN. Petugas bilang hasil tes bisa di ambil setelah dzuhur. Kami langsung melihat jam, masih ada waktu sekitar 2,5 jam lagi. Kami berbincang kemana rencana pergi sambil menunggu hasil tes keluar. Tujuan kami adalah tempat makan karena memang perut kami sudah bersuara ingin segera diberikan asupan nutrisi. Perjalanan kami lakukan dengan berjalan kaki sambil menikmati suasanan kota Bandung saat itu. Diperjalanan kami berbincang bagaimana tidak percayanya hasil seleksi kami, perjuangan kami lakukan hari ini dan juga kami membahas seputar SM-3T sampai tindak lanjut setelah kegiatan tersebut.
Sesampainya di tempat makan, kami langsung memesan beberapa menu makanan. Cukup banyak yang aku pesan saking laparnya bahkan sampe dua kali tambah makanan. Makanan datang dan kami makan dengan lahapnya sehingga dalam waktu yang singkat makanan di depan kami langsung ludes tak bersisa. Setelah selesai makan siang, kami lanjutkan menuju mesjid untuk melaksanakan ibadah solat dzuhur dan memanjatkan do’a yang tak henti-hentinya atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kami.
Hasil tes telah kami terima dan tak lupa kami legalisir. Berhubung cape sudah mulai terasa, akhirnya kami memutuskan untuk pulang dan beristirahat serta tak lupa kembali mengecek semua persyaratan yang harus kami bawa. Hanya tinggal satu persyaratan lagi yaitu surat keterangan belum menikah dari KUA. Aku putuskan besok pagi untuk kembali ke kampung halaman mengurus persyaratan tersebut.
Minggu pagi dengan suhu dingin, matahari belum menampakkan keindahan serta kehangatannya pada pagi hari itu karena waktu masih menunjukkan pukul 05.00 dini hari. Ku pacu si biru kesayangan, sahabat yang setia mengantarku dan menemaniku dalam masa perjuangannku mewujudkan salah satu cita-citaku.kondisi jalan yang belum terlalu ramai membuat perjalanan lancar tanpa hambatan sedikitpun. Walaupun begitu, aku tetap mengendarai kendaraan dengan konsentrasi penuh dan berhati-hati agar selamat sampai tempat tujuan.
Kurang lebih dua jam perjalanan kutempuh. Setelah tiba di rumah, langsung ku ambil posisi berbaring untuk sekedar beristirahat melepas rasa lelah dan cape. Persoalan mengenai surat keterangan belum menikah langsung aku bicarakan dengan ibuku setelah dirasa istirahatku cukup. Ibu langsung menghubungi sekretaris desa yang kebetulan masih kerabat dekat. Padahal hari minggu semua lembaga libur kerja, tetapi dengan berbaik hati sekretaris desa tersebut siap melayani. Sore hari aku bersama ibu datang ke rumah sekdes untuk membuat surat tersebut yang nantinya di tanda tangani oleh kepala desa dan kepala KUA. Tak butuh waktu lama, surat sudah ditangan dan kami lanjut untuk meminta tanda tangan ke pada orang-orang yang bersangkutan. Malam hari, kembali ku cek semua kebutuhan dan aku masukan ke dalam tas dikarenakan besok aku sudah harus kembali ke Bandung untuk kembali melanjutkan aktivitasku.
Tes wawancara dilaksanakan dalam waktu dua hari dimana pelaksanaannya terbagi dalam sepuluh ruangan dengan masing-masing ruangan berisi sepuluh peserta. Tidak seperti wawancara pada umumnya, pada seleksi ini dilaksanakan debat dari suatu wacana yang disuguhkan oleh dosen penguji. Saling beradu argumen seputar 3T, seputar pendidikan, hinga bakat dan kemampuan yang dimiliki. Masing-masing peserta menunjukkan kebolehan dan pendapat-pendapat yang mereka miliki dan berbobot supaya bisa diloloskan dalam tes wawancara ini. Tak ingin kalah aku pun berusaha memberanikan diri walau dengan tubuh bergetar, ku utarakan semua argumen yang terkumpul di otakku, dan yang paling ku ingat sampai sekarang adalah jawabanku saat penguji berkata bahwa kami semua akan di tempatkan di daerah yang tidak ada air bersih, tidak ada listrik, tidak ada sinyal, jauh dari kehidupan yang biasa kami jalani, penuh dengan konflik. Penguji bertanya apakah kami siap untuk menjalani dengan kondisi yang seperti itu. Pertanyaan tersebut mengingatkanku pada salah satu film anime yang sangat aku sukai dan menjadi salah satu inspirasiku dalam mewujudkan impianku ini yaitu Naruto, dimana ada episode ketika tokoh utama yaitu Naruto mengikuti ujian kenaikan tingkat dari Genin menjadi Chunin, disana para peserta benar-benar diberikan pilihan yang sangat berat dan membuat jiwa mereka tertekan dan merasa ingin menyerah karena ini menyangkut masa depan diri peserta dan juga rekan-rekan satu timnya. Tetapi dengan percaya diri dan yakinnya tokoh Naruto berkata “Jangan meremehkanku! Aku tidak akan lari! Aku ikut! Walaupun selamanya akan menjadi Genin, impianku untuk menjadi Hokage tidak akan berubah! Aku tidak akan takut! Aku akan terus maju karena inilah jalan ninjaku” seketika itu ekspresi wajah para peserta lain yang penuh ketakutan dan pesimis seketika menjadi tenang dan yakin dengan kemampuan yang mereka miliki. Hal inipun aku lakukan pada saat penguji melontarkan pertanyaan tadi dan aku jawab “mau diberikan gambaran seperti apapun mengenai penempatan daerah 3T nanti, kami siap menghadapi. Kami sudah mendaftar untuk program ini, berarti kami sudah tahu apa saja yang akan kami alami, resiko apa yang akan kami terima. Kalo kami tidak siap menghadapi itu semua, untuk apa kami mendaftar menjadi peserta program ini”. Jawaban tersebut kulontarkan tanpa ragu dan penuh keyakinan karena aku melihat dari sudut pandang yang lain bahwa apa yang di utarakan oleh penguji mengenai tempat pengabdian kami nanti bukanlah sebagai suatu keadaan yang buruk bagi kami, justru itu merupakan pengalaman yang begitu berkesan bagi kami. Akan ada banyak berjuta-juta cerita dan hal baru dari kondisi tempat pengabdian kami nanti. Bukan suatu ketidaknyamanan tetapi menjadi suatu hal yang tidak akan pernah kami lupakan dan kami simpan dalam kenangan terindah kami.
Setelah dirasa cukup, debat di tutup dan dilanjutkan ke sesi berikutnya di mana kami harus melakukan simulasi mengajar di kelas (feer teaching) dari RPP yang telah kami siapkan sebelumnya dalam waktu 10-15 menit. Disini setiap peserta adu kebolehan dalam hal membawakan materi pelajaran mulai dari model sampai gaya mengajar. Tak bisa di remehkan, semua peserta memiliki ciri khas sendiri dan itu menjadi nilai lebih setiap peserta. Di sesi ini aku berusaha berfikir keras khawatir tidak maksimal, bagaimana tidak aku menyiapkan RPP yang mengharuskan pembelajaran di luar ruangan brohhhhh sementara lokasi feer teaching itu di dalam ruangan. Alhasil di tengah-tengah aku melaksanakan feer teaching secara spontan aku bilang sama dosen penguji bahwa setelah ini ceritanya kita sudah berada di luar ruangan (padahal tetap berada di ruangan dan sebisa mungkin aku tetap menjalankan RPP dengan baik) dan Alhamdulillah aku menjalankan sesi ini dengan cukup baik.
Ada kejadian yang cukup menskakmat aku pada waktu itu, ketika dosen penguji bertanya mengenai kemampuan dana pa yang bias diberikan kepada siswa-siswi dan juga masyarakat yang ada di lokasi pengabdian nanti. Satu persatu setiap peserta mengutarakan kemampuan dana pa yang bias mereka berikan secara lugas dan penuh percaya diri. Aku? Tetnu aku juga punya, dengan leluasa dan tanpa pikir panjang aku bilang bahwa aku bisa mengajarkan cara mengolah makanan, membuat penyaringan sederhana untuk air kotor dan aku bisa mengajarkan siswa-siswi muslim mengaji (ebaca alquran). Itulah saat dimana aku merasa di skakmat. Aku langsung disambut dengan tantangan dari salah satu dosen untuk membacakan salah satu surat dalam al-quran sebagai pembuktian bahwa aku mampu. Jujur aku gak PD brohhhhh, dengan polosnya aku celingak celinguk sebelum akhirnya dengan tetap berusaha tenang aku mulai membacakan salah satu surat pendek dalam al-quran. Buset broooo dari awal seleksi sampai sekarang adrenalin dan kepercaya dirian aku terus-terusan di uji. But…. I’m happy, I can do it.
Hasil dari tes wawancara sekaligus undangan prakondisi diumumkan beberapa hari ke depan di website dikti dan upi. Aku buka situs web dikti.go.id untuk melihat hasil wawancara kemarin. Tak bisa dipercaya, Allah SWT memberikan kesempatan untuk mewujudkan salah satu impianku. Disana tertulis “lolos seleksi wawancara dan berhak mengikuti prakondisi”. Seketika ucapan syukur terucap, tapi saat itu pula hati sedih karena jumlah biaya yang dibutuhkan untuk perlengkapan nanti tidaklah sedikit. Uang tabungan dan isi celenganpun sudah terpakai, hanya sisa satu celengan yang isinya tidak seberapa. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak memberitahukan dulu kabar gembira ini pada orang tua, dan menunda pengisian pernyataan kesedian yang tertera wi web tersebut. Hal ini aku lakukan untuk memikirkan kembali secara matang keputusan antara lanjut atau tidak, sekaligus meminta saran dari teman yang sama-sama lolos juga. Perbincangan pun berlangsung cukup serius karena kami sama-sama berada pada kondisi dilema, hingga akhirnya kami saling menguatkan saling memotivasi dan dapatlah suatu keputusan yang matang mengenai tindak lanjut dari kegiatan ini. Niatan dari awal mengenai apa yang sudah menjadi target tertulis harus tetap berusaha untuk diwujudkan, mungkin sudah takdir dari yang kuasa jalanku dalam meraih kesuksesan adalah dengan cara yang seperti ini dan dengan banyak pengorbanan. Aku langsung menghubungi kedua orang tuaku dengan sedikit berbasa-basi. Ibu langsung mengerti apa yang tegah aku hadapi, beliau menelponku dan akupun menjelaskan akan hasil dari seleksi wawancara yang telah aku ikuti. Di akhir perbincangan, ibu menyuruhku untuk pulang dan menjelaskan secara langsung mengenai persiapan kegiatan berikutnya.
 

lanjutannya di postingan berikutnya ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN OLEH ASEP SAEPUL, S.Pd., Gr CGP ANGKAT...