SEKILAS CITA-CITA
Sejak
duduk di bangku sekolah dasar entah kenapa aku ingin sekali menjadi seorang
guru, mengajar di depan siswa-siswinya, bermain bersama, bahkan kelihatannya
tugas sebagai guru itu sangatlah mudah. Saat tanggal merah, libur semester
tidak hanya siswanya tetapi juga seluruh guru libur, dilihat dari kerjanya saja
hanya dari pagi sampai siang hari masih ada waktu untuk aktifitas lainnya di
sore hari. Pokoknya dulu aku berkeinginan menjadi seorang guru karena terlihat
menyenangkan, gampang dan tidak sampai menyita waktu.
Aku
kira cita-cita seorang anak biasanya berubah-ubah, tetapi sampai aku menginjak
bangku SMA, cita-cita menjadi sosok yang memberikan ilmu semakin kuat. Malahan
saat masuk bangku SMP, keinginan ini menjadi lebih spesifik lagi yaitu menjadi
guru mata pelajaran matematika alasannya pasti mudah untuk ditebak karena pada
waktu itu mata pelajaran yang paling aku suka adalah matematika. Saat menginjak
bangku SMA, posisi guru tetap menjadi nomor satu dalam deretan cita-cita yang
ingin aku capai, namun terjadi perubahan pada mata pelajarannya yang semula
matematika berganti menjadi fisika. Maka dari itu, aku mendaftar di perguruan
tinggi dengan prodi pendidikan fisika dan juga pendidikan matematika sebagai
pilihan keduanya.
Adanya
perkembangan keinginan sebagai seorang guru hadir pada saat aku menikmati
masa-masa sebagai seorang mahasiswa. Aku sadar bahwa pendidikan adalah aspek
paling penting dari aspek lainnya dalam perkembangan suatu bangsa, dan guru
pasti turut andil di dalamnya. Seseorang mampu mengubah hidupnya, menjadi
seorang ilmuwan, seorang ahli, direktur, bahkan seorang petani pastilah tak
lepas dari adanya guru yang memberikan ilmu pada mereka. Selain itu, dimasa
menjadi mahasiswa ini pun, entah muncul dari mana, entah siapa yang
mempengaruhi. Aku ingin pergi ke seluruh penjuru negeri, memperkaya pengalaman
dan keilmuanku, mengeksplor pendidikan yang ada di pelosok negeri, mengabdikan
diri, berbagi ilmu dan turut mendidik generasi muda. Bahkan timbul juga keinginan
untuk membentuk suatu system pendidikan dengan lembaga pendidikan nonformal
yang memang sesuai untuk pendidikan yang ada di setiap daerahnya (mengingat
Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai macam suku, budaya dan
karakteristik masyarakat yang berbeda). Diakhir masa kuliahku, selain keinginan
itu semakin kuat, justru aku memikirkan arti guru yang sebenarnya. Apakah guru
itu adalah sesosok individu yang mengamalkan ilmunya ataukah arti yang
sebenarnya lebih dari itu?. Sampai sekarang aku terus mencari makna sebenarnya
dari kata “guru”.
TEROBOS DINDING BERNAMA SELEKSI
Dulu impian itu mungkin hanya sekedar impian, hanya
sekedar angan, dan hanya sekedar
tulisan
(berkat mengikuti training waktu SMA, aku sering menuliskan bahkan menempelkan
gambar-gambar target dan impian yang hendak aku capai sampai sekarang), tetapi aku tahu banyak orang bisa mewujudkan
impiannya dengan diawali coretan kecil tentang impian mereka. Benar saja,
dipenghujung status kemahasiswaaanku, berdatangan info seputar program
pendidikan yang mengirim pesertanya untuk mengabdi ke seluruh pelosok negeri.
Tentu saja kesempatan ini tak boleh aku sia-siakan. Aku cari informasinya dari
internet terkait waktu pendaftarannya dan juga persyaratan yang harus dipenuhi.
Seperti biasa setiap kegiatan pasti harus mengisi biodata diri secara lengkap,
yang berbeda adalah ada satu kegiatan yang mana pada pengisian data kita harus
membuat essai pendidikan. Iii waaww banget, dulu iya sempat belajar bikin essai
(waktu SMA) tapi udah lama banget gak pernah bikin begituan alhasil aku hanya
mampu mengungkapkan apa yang menjadi obsesiku untuk kemajuan pendidikan di
Indonesia. Ada juga pengisian beberapa pertanyaan mengenai pendidikan dan apa
yang bisa kita berikan untuk pendidikan, jujur yang ini sulit banget
mengungkapkan (kebiasaan udah ada di otak, tapi menyusun kalimat yang
menyentuhnya itu, yang ngena bangetnnya itu susah brooo). Yah walaupun demikian
setiap seleksi aku coba ikuti dengan baik meskipun hasilnya tidak sesuai
harapan, aku Gagal untuk menjadi bagian dari kegiatan tersebut dan mewujudkan
mimpiku adventure ke pelosok negeri.
Selang
beberapa bulan setelah wisuda dan dari gagalnya menjadi peserta program mengajar
kepelosok, satu program sejenis kembali hadir. Sarjana Mendidik di daerah
Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T). Nama program ini sebetulnya sudah aku
dengar dari salah satu sahabat yang juga tertarik mengikuti program ini sejak
kami memasuki tahun ke-3 kuliah. Kegiatan ini merupakan program yang
diprakarsai oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemristekdikti) dan juga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdibud) untuk
mengirim guru-guru terbaik mengajar dan mengabdi pada masyarakat di daerah 3T
selama satu tahun lamanya. Tahun ini merupakan tahun ke-6 program ini
dilaksanakan dan setiap tahunnya kementrian telah sukses mengirimkan guru-guru
berkualitas ke seluruh pelosok negeri dan memberikan yang terbaik bagi
masyarakat yang ada disana.
Aku
selalu menanti informasi-informasi mengenai kegiatan ini serta tanggal
pembukaan pendaftarannya. Tentu saja butuh kesabaran untuk menanti program ini
karena banyak yang bilang bahwa program ini sudah berakhir di angkatan ke-5.
Namun aku tetap yakin bahwa program ini akan kembali dilaksanakan mengingat
kondisi pendidikan di Indonesia masih di bawah garis merah terutama untuk
anak-anak yang ada dipedalaman sana. Allah memang maha baik, tahu apa yang
memang baik untuk umatnya, pendaftaran
akhirnya dibuka pada bulan juni 2016 bertepatan dengan bulan ramadhan. Tak
perlu dinanti-nanti, dengan segera aku buka website dikti.go.id, aku baca
informasi serta jadwal kegiatannya. Ada beberapa tahap seleksi yang dilakukan
yaitu seleksi administrasi, tes online, dan wawancara sebelum nanti kegiatan
prakondisi (pembekalan). Setelah dirasa
cukup jelas, aku mulai mengisi formulir pendaftaran berikut melengkapi
administrasi yang menjadi ketentuan penyelenggara seperti scan ijazah, transkrip nilai, foto, dan data diri. Satu bulan
jangka waktu untuk pendaftaran kegiatan ini, pengumuman untuk seleksi
administrasi dijadwalkan setelah hari raya idul fitri pada bulan juli
mendatang.
Tak percaya rasanya, saat hasil seleksi
administrasi diumumkan melalui website dikti.go.id, disana tertera tulisan yang
cukup panjang berikut tulisan “...LOLOS dan berhak mengikuti tes online ...”.
antara percaya atau tidak langsung mengucap rasa syukur dengan tetesan air mata
atas diberikannya kesempatan untuk lanjut ke tahap berikutnya yaitu tes online.
Tes online merupakan tes bidang studi sesuai bidang keahlian yang diisi secara
online. Tes ini dilaksanakan di setiap LPTK yang telah di tentukan oleh pihak
kementrian sebagai LPTK penyelenggara SM-3T di setiap kawasan seluruh
Indonesia. Tes online dijadwalkan seminggu setelah pengumuman seleksi
administrasi dan akan dilaksanakan selama 3 hari masing-masing dalam 3 sesi.
Untuk menghadapi tes online ini, aku bersama satu sahabat waktu kuliah yang
juga lolos mulai mempersiapkan diri menghadapi tes tersebut. Berbekal kisi-kisi
yang kami download dari web dikti, kami mulai pelajari satu persatu materi
pelajaran terutama untuk materi yang sedikit sulit.
Hari dimana jadwal untuk tes online sudah
dimulai, aku dan temanku mendapat jadwal di hari dan sesi yang sama hanya
berbeda ruangan saja. Berbekal restu dari kedua orang tua, aku berangkat menuju
medan perang di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk
memulai pertarungan secara sportif bersama ribuan peserta yang juga lolos
seleksi administrasi.tantangan sudah mulai dirasakan, mulai dari pengisian
username da kata sandi yang harus tepat penulisan per hurufnya (beberapa kali
aku mengalami kesalahan pengetikan sehingga tidak bisa masuk ke akun atas
namaku). Dari segi soal yang terdiri dari 30 soal pilihan ganda yang cukup
variatif dengan total waktu yang diberikan adalah 90 menit, ada sola hitungan
yang tidak memerlukan cara perhitungan, ada soal yang memerlukan analisis yang
tinggi, ada juga soal yang dengan berbagai cara cukup sulit menemukan
jawabannya, tetapi kebanyakan soalnya memang sudah termasuk soal untuk
kemampuan-kemampuan tingkat tinggi. Selesai
mengerjakan soal, aku dan temanku berbincang-bincang mengenai pelaksanaan tes
online yang kami lalui. Pesimis yang kami rasakan untuk bisa masuk ke seleksi
tahap berikutnya, tetapi kami berusaha untuk tetap semangat dan berdo’a semoga
tetap diberikan yang terbaik.
Hasil seleksi tes online di umumkan
melalui website dikti.go.id dan juga upi.edu. deg-degan yang bercamur rasa
khawatir pada saat membuka website tersebut untuk melihat hasil dari tes onlie
yang telah dilaksanakan, hati dipersiapkan untuk bisa menerima kekalahan dari
medan perang. Seperti biasa pengumuman hasil seleksi terdapat kalimat-kalimat
yang panjang, tetapi tujuan pertama adalah mencari kata “LOLOS” atau “GAGAL”,
dan sungguh kembali hasil tak terduga, tak bisa dipercaya tes online yang
menjadi suatu kelemahan dalam setiap seleksi karena ketidakpedeanku ini bisa
memberikan hasil yang baik. Kembali tertera tulisan “... LOLOS dan berhak
mengikuti tes wawancara ...”, aku langsung mengucap rasa syukur karena ALLAH
SWT masih memberi kesempatan untuk terus berperang di medan berikutnya. Air
mata pun hampir menetes kembali, mungkin karena ingat posisiku sedang ditengah
keramaian jadi air mata yang sudah menjadi bendungan tidak sampai jebol dan
kembali ke volume yang stabil. Kabar gembira ini langsung aku beritahukan pada
kedua orang tuaku yang ada di rumah. Mereka bangga serta tetap memberi do’a dan
semangat agar tahap berikutnya bisa dilaksanakan dengan baik. Rasa tak percaya
juga dialami oleh sahabatku yang sama-sama lolos ke tahap berikutnya. Kami
sama-sama senang sekaligus heran tak menyangka kesempatan kami terus berlanjut.
Jangka waktu pengumuman hasil seleksi dan
pelaksanaan seleksi berikutnya hanya berselang dua hari. Padahal saat seleksi
wawancara semua persyaratan mulai dari biodata, surat keterangan sehat dari
dokter, Ijazah, Transkrip Nilai, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK),
Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN), surat-surat lainnya dan persyaratan
administrasi lainnya harus lengkap dibawa untuk pengecekan. Sementara waktu dua
hari tersebut adalah waktu weekend yang kebanyakan lembaga BUMN atau swasta
libur kerja. Ku crosscheck persyaratan yang ada dan masih harus aku siapkan.
Beberapa yang harus segera ku buat adalah SKBN, surat dokter, dan surat
keterangan belum menikah dari KUA. Beruntung bagi aku dan temanku karena hari
sabtu polres kota Bandung masih bertugas sampai siang hari dan ada salah satu
puskesmas yang masih membuka jam untuk melayani pasien. Sepagi mungkin kami
berangkat menuju puskesmas untuk melakukan pemeriksaaan. Walaupun masih pagi,
tapi antrian sudah panjang sekali sehingga kami harus sabar menunggu giliran.
Selesai membuat surat dari dokter, kami
langsung melesat menuju klinik polresta Bandung yang berada di jalan Jawa.
Beruntung jalanan tidak begitu padat hingga kami bisa mengejar waktu. Di klinik
tersebut kami melakukan tes urine sebagai syarat pemeriksaan pembuatan SKBN.
Petugas bilang hasil tes bisa di ambil setelah dzuhur. Kami langsung melihat
jam, masih ada waktu sekitar 2,5 jam lagi. Kami berbincang kemana rencana pergi
sambil menunggu hasil tes keluar. Tujuan kami adalah tempat makan karena memang
perut kami sudah bersuara ingin segera diberikan asupan nutrisi. Perjalanan
kami lakukan dengan berjalan kaki sambil menikmati suasanan kota Bandung saat
itu. Diperjalanan kami berbincang bagaimana tidak percayanya hasil seleksi
kami, perjuangan kami lakukan hari ini dan juga kami membahas seputar SM-3T
sampai tindak lanjut setelah kegiatan tersebut.
Sesampainya di tempat makan, kami langsung
memesan beberapa menu makanan. Cukup banyak yang aku pesan saking laparnya
bahkan sampe dua kali tambah makanan. Makanan datang dan kami makan dengan
lahapnya sehingga dalam waktu yang singkat makanan di depan kami langsung ludes
tak bersisa. Setelah selesai makan siang, kami lanjutkan menuju mesjid untuk
melaksanakan ibadah solat dzuhur dan memanjatkan do’a yang tak henti-hentinya
atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kami.
Hasil tes telah kami terima dan tak lupa
kami legalisir. Berhubung cape sudah mulai terasa, akhirnya kami memutuskan
untuk pulang dan beristirahat serta tak lupa kembali mengecek semua persyaratan
yang harus kami bawa. Hanya tinggal satu persyaratan lagi yaitu surat
keterangan belum menikah dari KUA. Aku putuskan besok pagi untuk kembali ke
kampung halaman mengurus persyaratan tersebut.
Minggu pagi dengan suhu dingin, matahari
belum menampakkan keindahan serta kehangatannya pada pagi hari itu karena waktu
masih menunjukkan pukul 05.00 dini hari. Ku pacu si biru kesayangan, sahabat
yang setia mengantarku dan menemaniku dalam masa perjuangannku mewujudkan salah
satu cita-citaku.kondisi jalan yang belum terlalu ramai membuat perjalanan
lancar tanpa hambatan sedikitpun. Walaupun begitu, aku tetap mengendarai
kendaraan dengan konsentrasi penuh dan berhati-hati agar selamat sampai tempat
tujuan.
Kurang lebih dua jam perjalanan kutempuh.
Setelah tiba di rumah, langsung ku ambil posisi berbaring untuk sekedar
beristirahat melepas rasa lelah dan cape. Persoalan mengenai surat keterangan
belum menikah langsung aku bicarakan dengan ibuku setelah dirasa istirahatku
cukup. Ibu langsung menghubungi sekretaris desa yang kebetulan masih kerabat
dekat. Padahal hari minggu semua lembaga libur kerja, tetapi dengan berbaik
hati sekretaris desa tersebut siap melayani. Sore hari aku bersama ibu datang
ke rumah sekdes untuk membuat surat tersebut yang nantinya di tanda tangani
oleh kepala desa dan kepala KUA. Tak butuh waktu lama, surat sudah ditangan dan
kami lanjut untuk meminta tanda tangan ke pada orang-orang yang bersangkutan.
Malam hari, kembali ku cek semua kebutuhan dan aku masukan ke dalam tas
dikarenakan besok aku sudah harus kembali ke Bandung untuk kembali melanjutkan
aktivitasku.
Tes wawancara dilaksanakan dalam waktu dua
hari dimana pelaksanaannya terbagi dalam sepuluh ruangan dengan masing-masing
ruangan berisi sepuluh peserta. Tidak seperti wawancara pada umumnya, pada
seleksi ini dilaksanakan debat dari suatu wacana yang disuguhkan oleh dosen
penguji. Saling beradu argumen seputar 3T, seputar pendidikan, hinga bakat dan
kemampuan yang dimiliki. Masing-masing peserta menunjukkan kebolehan dan
pendapat-pendapat yang mereka miliki dan berbobot supaya bisa diloloskan dalam
tes wawancara ini. Tak ingin kalah aku pun berusaha memberanikan diri walau
dengan tubuh bergetar, ku utarakan semua argumen yang terkumpul di otakku, dan
yang paling ku ingat sampai sekarang adalah jawabanku saat penguji berkata bahwa
kami semua akan di tempatkan di daerah yang tidak ada air bersih, tidak ada
listrik, tidak ada sinyal, jauh dari kehidupan yang biasa kami jalani, penuh
dengan konflik. Penguji bertanya apakah kami siap untuk menjalani dengan
kondisi yang seperti itu. Pertanyaan tersebut mengingatkanku pada salah satu
film anime yang sangat aku sukai dan menjadi salah satu inspirasiku dalam
mewujudkan impianku ini yaitu Naruto, dimana ada episode ketika tokoh utama
yaitu Naruto mengikuti ujian kenaikan tingkat dari Genin menjadi Chunin, disana
para peserta benar-benar diberikan pilihan yang sangat berat dan membuat jiwa
mereka tertekan dan merasa ingin menyerah karena ini menyangkut masa depan diri
peserta dan juga rekan-rekan satu timnya. Tetapi dengan percaya diri dan
yakinnya tokoh Naruto berkata “Jangan meremehkanku! Aku tidak akan lari! Aku
ikut! Walaupun selamanya akan menjadi Genin, impianku untuk menjadi Hokage
tidak akan berubah! Aku tidak akan takut! Aku akan terus maju karena inilah
jalan ninjaku” seketika itu ekspresi wajah para peserta lain yang penuh
ketakutan dan pesimis seketika menjadi tenang dan yakin dengan kemampuan yang
mereka miliki. Hal inipun aku lakukan pada saat penguji melontarkan pertanyaan
tadi dan aku jawab “mau diberikan gambaran seperti apapun mengenai penempatan
daerah 3T nanti, kami siap menghadapi. Kami sudah mendaftar untuk program ini,
berarti kami sudah tahu apa saja yang akan kami alami, resiko apa yang akan
kami terima. Kalo kami tidak siap menghadapi itu semua, untuk apa kami
mendaftar menjadi peserta program ini”. Jawaban tersebut kulontarkan tanpa ragu
dan penuh keyakinan karena aku melihat dari sudut pandang yang lain bahwa apa
yang di utarakan oleh penguji mengenai tempat pengabdian kami nanti bukanlah
sebagai suatu keadaan yang buruk bagi kami, justru itu merupakan pengalaman
yang begitu berkesan bagi kami. Akan ada banyak berjuta-juta cerita dan hal
baru dari kondisi tempat pengabdian kami nanti. Bukan suatu ketidaknyamanan
tetapi menjadi suatu hal yang tidak akan pernah kami lupakan dan kami simpan
dalam kenangan terindah kami.
Setelah dirasa cukup, debat di tutup dan
dilanjutkan ke sesi berikutnya di mana kami harus melakukan simulasi mengajar
di kelas (feer teaching) dari RPP yang telah kami siapkan sebelumnya dalam
waktu 10-15 menit. Disini setiap peserta adu kebolehan dalam hal membawakan
materi pelajaran mulai dari model sampai gaya mengajar. Tak bisa di remehkan,
semua peserta memiliki ciri khas sendiri dan itu menjadi nilai lebih setiap
peserta. Di sesi ini aku berusaha berfikir keras khawatir tidak maksimal,
bagaimana tidak aku menyiapkan RPP yang mengharuskan pembelajaran di luar
ruangan brohhhhh sementara lokasi feer teaching itu di dalam ruangan. Alhasil
di tengah-tengah aku melaksanakan feer teaching secara spontan aku bilang sama
dosen penguji bahwa setelah ini ceritanya kita sudah berada di luar ruangan
(padahal tetap berada di ruangan dan sebisa mungkin aku tetap menjalankan RPP
dengan baik) dan Alhamdulillah aku menjalankan sesi ini dengan cukup baik.
Ada
kejadian yang cukup menskakmat aku pada waktu itu, ketika dosen penguji
bertanya mengenai kemampuan dana pa yang bias diberikan kepada siswa-siswi dan
juga masyarakat yang ada di lokasi pengabdian nanti. Satu persatu setiap
peserta mengutarakan kemampuan dana pa yang bias mereka berikan secara lugas
dan penuh percaya diri. Aku? Tetnu aku juga punya, dengan leluasa dan tanpa pikir
panjang aku bilang bahwa aku bisa mengajarkan cara mengolah makanan, membuat
penyaringan sederhana untuk air kotor dan aku bisa mengajarkan siswa-siswi muslim
mengaji (ebaca alquran). Itulah saat dimana aku merasa di skakmat. Aku langsung
disambut dengan tantangan dari salah satu dosen untuk membacakan salah satu
surat dalam al-quran sebagai pembuktian bahwa aku mampu. Jujur aku gak PD
brohhhhh, dengan polosnya aku celingak celinguk sebelum akhirnya dengan tetap
berusaha tenang aku mulai membacakan salah satu surat pendek dalam al-quran.
Buset broooo dari awal seleksi sampai sekarang adrenalin dan kepercaya dirian
aku terus-terusan di uji. But…. I’m
happy, I can do it.
Hasil dari tes wawancara sekaligus
undangan prakondisi diumumkan beberapa hari ke depan di website dikti dan upi. Aku buka situs web dikti.go.id untuk melihat hasil
wawancara kemarin. Tak bisa dipercaya, Allah SWT memberikan kesempatan untuk
mewujudkan salah satu impianku. Disana tertulis “lolos seleksi wawancara dan
berhak mengikuti prakondisi”. Seketika ucapan syukur terucap, tapi saat itu
pula hati sedih karena jumlah biaya yang dibutuhkan untuk perlengkapan nanti
tidaklah sedikit. Uang tabungan dan isi celenganpun sudah terpakai, hanya sisa
satu celengan yang isinya tidak seberapa. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak
memberitahukan dulu kabar gembira ini pada orang tua, dan menunda pengisian
pernyataan kesedian yang tertera wi web tersebut. Hal ini aku lakukan untuk
memikirkan kembali secara matang keputusan antara lanjut atau tidak, sekaligus
meminta saran dari teman yang sama-sama lolos juga. Perbincangan pun
berlangsung cukup serius karena kami sama-sama berada pada kondisi dilema,
hingga akhirnya kami saling menguatkan saling memotivasi dan dapatlah suatu
keputusan yang matang mengenai tindak lanjut dari kegiatan ini. Niatan dari
awal mengenai apa yang sudah menjadi target tertulis harus tetap berusaha untuk
diwujudkan, mungkin sudah takdir dari yang kuasa jalanku dalam meraih
kesuksesan adalah dengan cara yang seperti ini dan dengan banyak pengorbanan. Aku
langsung menghubungi kedua orang tuaku dengan sedikit berbasa-basi. Ibu
langsung mengerti apa yang tegah aku hadapi, beliau menelponku dan akupun
menjelaskan akan hasil dari seleksi wawancara yang telah aku ikuti. Di akhir
perbincangan, ibu menyuruhku untuk pulang dan
menjelaskan secara langsung mengenai persiapan kegiatan berikutnya.
lanjutannya di postingan berikutnya ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar