Assalamualaikum wr. wb
halo rekan-rekan yang yang penuh dengan gairah dan ambisi dalam mencapai kesuksesan di bidangnya. semoga tetap semangat dalam membangun bangsa.....
kali ini saya ingin berbagi artikel hasil penelitian saya mengenai suatu model pembelajaran yang saya terapkan di salah satu sekolah SMA.
semoga bermanfaat
PENGARUH
IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING
(PBL) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SISWA
SMA
Asep Saepul
Prodi Pendidikan
Matematika
Rendahnya kemampuan siswa
dalam memahami dan memaknai pelajaran Matematika masih begitu pekat dirasakan
dalam proses pembelajaran. Matematika masih menjadi salah satu mata pelajaran
yang kurang di sukai, diminati bahkan membosankan bagi mayoritas pelajar
khususnya SMA. Hasil
observasi yang dilakukan di beberapa sekolah kota Bandung dan Garut, berbagai
alasan dikemukakan oleh setiap siswa seperti kurangnya motivasi dari guru
pengajar dalam memberikan rangsangan kepada siswa, cara mengajar guru yang
kurang menyenangkan bagi siswa, tidak diberikannya kebebasan siswa dalam
memahami materi, guru hanya memberikan materi secara prosedural dan sistematis,
tidak adanya kejelasan bagi siswa mengenai hubungan Matematika dengan kehidupan
sehari-hari, siswa yang masih menghafal rumus Matematika, serta banyaknya
rumus-rumus yang harus mereka pahami dalam pelajaran Matematika.
Akibat yang dihasilkan
adalah tidak adanya semangat siswa dalam memahami materi apalagi saat mata
pelajaran Matematika di tempatkan di jam terakhir, tujuan yang ingin dicapai
dalam setiap pembelajaran kurang maksimal, penguasaan materi kurang dan
akhirnya nilai siswa tidak begitu memuaskan bagi siswa dan guru, serta yang tak
kalah penting adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang dapat
mereka terapkan juga dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa terangsang dengan
baik. Mayoritas siswa mengemukakan pendapat bahwa mereka sering terkecoh dalam
penerjemahan soal ke dalam bentuk Matematika apabila dihadapkan dengan bentuk
soal cerita yang tidak rutin, sulitnya untuk memahami persoalan yang ditanyakan
dan juga rumus yang tepat digunakan sebagai penyelesaian. Siswa kebingungan apa
yang harus mereka kerjakan terlebih dahulu agar soal tersebut bisa
terselesaikan dengan baik. Secara keseluruhan dari hasil observasi yang
diperoleh, indikator-indikator yang termasuk pada pemecahan masalah tidak
berkembang dengan baik di setiap diri siswa. Padahal kemampuan pemecahan
masalah sangatlah penting bagi setiap individu yang mana tidak jarang menemukan
berbagai persoalan dalam kehidupannya. Kemampuan pemecahan masalah membantu
seseorang dalam memahami, menganalisis, menyelidiki serta membuat solusi agar
permasalahan yang dihadapi bisa segera terselesaikan.
Dengan demikian diketahui
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis penting dimiliki oleh peserta
didik. Namun, pada faktanya kemampuan tersebut masih rendah. Oleh karena itu
diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis pada siswa SMA yakni salah satunya dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) agar
peserta didik lebih tertarik belajar Matematika dan membantu dalam meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Model PBL merupakan salah satu model yang
dewasa ini tengah digunakan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum yang digunakan. Model ini bercirikan adanya suatu permasalahan yang
nyata sebagai konteks untuk para peserta didik yang nantinya dapat diterapkan
sebagai ilmu baru serta mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis,
mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam suatu kelompok. Seperti yang di
ungkapkan Barrows sebagai pakar PBL dalam gaya hidup alami bahwa “PBL
adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa
masalah (problem) dapat digunakan
sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru”. (http://gayahidupalami.wordpress.com/pendidikan/
problem-based-learning/). Lebih lanjut
Torp dan Sage (dalam Abidin, 2014: 160) memandang “PBL merupakan model pembelajaran yang difokuskan untuk menjembatani
siswa agar beroleh pengalaman belajar dalam mengorganisasikan, meneliti, dan
memecahkan masalah-masalah kehidupan yang kompleks”. Model ini memiliki
karakteristik Permasalahan menjadi starting
point dalam belajar, Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang
ada di dunia nyata yang tidak terstruktur, permasalahan membutuhkan perspektif
ganda (multiple perspective),
Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam belajar, Belajar pengarahn diri menjadi hal utama, Pemanfaatan
sumber pengetahuan yang beraam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBL,
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, Mengembangkan
keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan
isi pengetahuan untuk mencari dari sebuah permasalahan, Keterbukaan proses
dalam PBL meliputi sintesis dan
integrasi dari sebuah proses belajar, PBL
melibatkan evaluasi dan review
pengalaman siswa dalam belajar. (Rusman, 2013: 232). Apabila melihat
karakteristik dari model ini, memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa dimana siswa dapat belajar dalam memahami
masalah yang ditemukan, menyusun rencana kerja yang sistematis, efektif dan
efisien, melaksanakan rencana yang telah dibuat untuk menemukan solusi, dan
mampu mengevaluasi serta me-review
solusi yang terbaik.
Penelitian dilakukan
terhadap 2 kelas sebagai kelas control dan kelas eksperimen dengan mengumpulkan
data awal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dari materi prasyarat
serta memberikan postes terhadap kedua sampel tersebut. Dari hasil perhitungan
uji hipotesis 1 menggunakan uji beda rata-rata diperoleh nilai sig (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05
sehingga H0 ditolak, artinya µ1 ≠ µ2 atau terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelompok siswa kemampuan
tinggi di kelas eksperimen yang menggunakan model PBL dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran
konvensional. Uji hipotesis 2 diperoleh nilai sig
(2-tailed) adalah 0,000 < 0,05
sehingga H0 ditolak, artinya µ1 ≠ µ2 atau terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada kelompok siswa kemampuan
sedang di kelas eksperimen yang menggunakan model PBL dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran
konvensional. uji hipotesis 3 diperoleh nilai sig
(2-tailed) adalah 0,142 > 0,05
sehingga H0 diterima, artinya µ1 = µ2 atau tidak
terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada
kelompok siswa kemampuan rendah di kelas eksperimen yang menggunakan model PBL dengan kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. sementara uji hipotesis 4
diperoleh 0,000 < 0,05 sehingga H0
ditolak, artinya µ1 ≠ µ2 atau terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa secara keseluruhan
di kelas eksperimen yang menggunakan model PBL
dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. dari
hasil uji dipotesis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran menggunakan model PBL
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada
siswa kelompok tinggi dan sedang. Sementara pada siswa kelompok rendah tidak
terdapat pengaruh implementasi model PBL
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis. Namun secara
keseluruhan, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh implementasi model PBL terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis pada siswa SMA.
Abidin,
Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran
dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama.
Kartika.
(2012). Problem Based Learning, [online]. Tersedia, http://gayahidupalami.wordpress.com/
pendidikan/problem-based-learning/.
Rusman. (2013). Seri Manajemen Sekolah
Bermutu Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono.
(2013). Statistika dalam Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar