Senin, 01 Juli 2019

Sistem ZONASI, Solusi atau masalah baru pendidikan di Indonesia?



Pemerintah melalui kebijakannya kembali membuat peraturan baru yang mana kali ini peraturan tersebut berkaitan dengan dunia pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) mengeluarkan peraturan sistem Zonasi dalam Peneriaam Peserta Didik Baru (PPDB). Zonasi merupakan sistem dimana peserta didik hanya bisa medaftar ke sekolah negeri dalam batas zona dekat dengan domilisi peserta didik tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan juga peserta didik bisa mendaftar di luar zona melalui jalur nonzona dan jalur pindah tugas orang tua hanya saja presentase yang disediakan melalui jalur ini sangatlah sedikit dibanding jalur zonasi. Tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah dengan menerapkannya sistem ini ialah demi pemerataan kualitas pendidikan, mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah demi penguatan karakter individu, menghapus istilah sekolah favorit (semua sekolah harus memiliki kualitas yang baik), redistribusi dan pemerataan guru serta perbaikan sarana prasarana sekolah.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kemdikbud tentu banyak mengundang respon dari masyarakat. Pro dan kontra akan suatu kebijakan sudah tak asing lagi terutama apabila berkaitan dengan pendidikan, masyarakat dengan jempol-jempol saktinya langsung melontarkan argumen mereka menunjukkan bahwa mereka peduli dengan pendidikan di Indonesia. Masyarakat yang pro dengan kebijakan pemerintah menilai bahwa tujuan adanya sistem ini memang sudah tepat terutama perihal label sekolah favorit yang kadang mengakibatkan terjadinya kesenjangan jumlah murid di suatu sekolah dengan sekolah lain. Lain hal dengan mereka yang kontra akan kebijakan yang dikeluarkan, sugesti yang berkembang di masyarakat yang mana prestasi akademik adalah hal segalanya dalam dunia pendidikan membuat mereka khawatir dengan pretasi anak-anaknya bila disekolahkan di sekolah biasa, peserta didik menganggap bahwa usaha mereka belajar demi mendapat nilai tinggi dan masuk sekolah favorit menjadi sia-sia, kondisi setiap sekolah yang berbeda pun menjadi pertimbangan masyarakat.
Lalu bagaimana pelaksanaannya dilapangan? Nyatanya sistem ini belum berjalan dengan baik, masih perlu adanya perbaikan dalam teknik pelaksanaan sistem zonasi ini. presentase zonasi di setiap daerah ternyata berbeda-beda mulai dari 60%, 70% sampai 80% PPDB jalur zonasi sisanya melalui jalur prestasi atau luar zona. Pendaftar tercepat menjadi prioritas pihak sekolah dalam penerimaannya meskipun jaraknya masih kalah dengan pendaftar lain namun sedikit dibelakang ketika mendaftar. Nilai masih menjadi patokan, tetapi banyak siswa yang mendaftar dengan nilai tinggi namun tidak lulus karena sistem zonasi. Awak media memberitakan bagaimana ricuhnya proses PPDB di beberapa sekolah yang ada di Indonesia, berbeda dengan dulu, kini antrian pendaftaran sekolah seperti antrian masyarakat ketika mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain ricuhnya antrian orang tua siswa yang ingin mendaftarkan anaknya, ada pula diberitakan siswa yang kecewa karena tidak diterima di sekolah negeri walau dia memiliki segudang prestasi yang akhirnya membakar piagam-piagam penghargaan karena dirasa sudah tidak berguna bagi kehidupannya. Ada pula yang hampir bunuh diri karena kecewa tidak diterima disekolah yang dia mau karena sistem zonasi ini. Masyarakat yang kontra akan kebijakan pemerintah ini tidka henti-hentinya membombardir argumennya melalui jejaring sosial, setiap ada postingan yang berkaitan dengan sistem zonasi, masyarakat langsung cepat respon hingga terbit sebuah pribahasa “TUNTUTLAH ILMU SEBATAS ZONASI”.
Memang pada dasarnya kebijakan ini belum maksimal dalam pelaksanaannya, masih banyak ketimpangan yang harus diperbaiki. Apakah sistem zonasi merupakan langkah pertama dalam pemerataan pendidikan atau perbaikan kualitas sekolah dan tenaga kependidikan yang harus didahulukan. Apabila meniliki lebih dalam, memang ada beberapa yang menjadi plus dan minus dari kebijakan sistem zonasi ini. Plusnya adalah pemerintah berusaha membunuh sugesti masyarakat terkait sekolah favorit, disamping itu pemerataan jumlah siswa di setiap sekolah agar tidak terjadi pembludakan hanya di beberapa sekolah saja. Namun minunya dari sistem ini adalah pola pikir masyarakat Indonesia yang mengedepankan nilai bagus disetiap mata pelajaran dan kegiatan tambahan bagi si anak mengakibatkan orang tua khawatir apabila anaknya masuk ke sekolah yang termasuk kategori biasa saja menurut mereka, hal ini tentu harus kita hapuskan dari pikiran kita karena bagaimanapun anak bisa berkembang dan terus berprestasi di manapun mereka berbeda, tidak ada sekolah yang tidak baik bagi mereka untuk menunjukkan potensinya. Kondisi sekolah dimana sarana prasarana setiap sekolah akan berbeda terlebih dengan wilayah pedesaan atau pedalaman. Apabila sistem ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, kita harus melihat kondisi di wilayah pedalaman Indonesia terutama lokasi perbatasan, bukan di pedalaman saja, kita juga bisa menemukan kondisi ini di pedesaan dimana lokasi sekolah dengan tempat tinggal siswa di wilayah yang sama berjauhan, namun tempat tinggal siswa tersebut lebih dekat dengan lokasi sekolah tetapi di wilayah berbeda. Tentu pemerintah perlu mengkaji setiap kebijakan dengan melihat kondisi dilapangan dalam hal ini wilayah pedesaaan dan pedalaman jangan melihat hanya sebatas wilayah perkotaan yang telah maju. Tentu apapun kebijakannya jika hanya melihat kondisi di perkotaan tidak akan bisa berjalan dengan baik khususnya bagi pedesaan dan pedalaman.
Sistem zonasi memang masih perlu perbaikan, masyarakat boleh setuju atau tidak karena itu merupakan tindakan kepedulian dalam pendidikan. Tapi satu yang harus kita ingat, bahwa dimanapun kita belajar, menimba ilmu, mengembangkan kemampuan dan membentuk budi pekerti yang baik, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, terima dengan tulus ikhlas karena dengan begitu apa yang kita impikan akan tercapai dengan baik.
So, Sistema zonasi , Solusi? Atau masalah baru? Silahkan berpendapat sendiri.
  

Minggu, 16 Juni 2019

Peran Orang Tua, Pendidik, Masyarakat, dan Pemerintah dalam Membenahi Karakter Siswa di Era Milenial

Berbicara tentang pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya. Mulai dari sistem pendidikan yang diterapkan, kurikulum yang diberlakukan, prestasi-prestasi para pelaku pendidikan, pemerataan pendidikan di seluruh pelosok negeri, dan masih banyak lagi hal-hal berkaitan dengan pendidikan yang tidak habis bahkan tidak akan bosan untuk diperbincangkan. Kini dunia pendidikan kembali menjadi sorotan publik setelah beredarnya video seorang siswa yang bersikap tidak baik terhadap gurunya viral di berbagai media sosial. Salah satu akun yang turut memviralkan adalah akun 1000_guru (instagram), video yang diunggah akun tersebut memperlihatkan seorang siswa yang tidak terima ditegur gurunya dikarenakan siswa tersebut merokok di dalam kelas, dia berani memegang leher dan kepala gurunya serta bersikap menantang gurunya untuk berkelahi sementara sang guru hanya bisa bersabar atas perlakuan siswa tersebut. Video ini cukup menyita perhatian dengan lebih dari 63ribu tayang dan lebih dari 2000 komentar warganet di video tersebut bahkan tak lupa men-tag akun-akun pemerintah khususnya presiden dan juga kementrian pendidikan dan kebudayaan.
Kasus serupa juga terjadi di bulan yang sama dan tak kalah viralnya menyedot perhatian masyarakat dengan lebih dari 50rb tayang dan ada 585 komentar warganet. Video yang diunggah oleh akun tribunnews kembali memperlihatkan seorang siswa yang menantang gurunya untuk berkelahi. Kali ini penyebabnya adalah karena siswa tersebut tidak terima hp nya di sita oleh sang guru.
Sebenarnya dua kasus pendidikan tersebut bukanlah yang pertama kali membuat ramai warganet dan masyarakat umum. Artikel berita Okenews menyebutkan ada empat kasus guru yang dipenjarakan oleh orang tua siswa terjadi di tahun 2017 dikarenakan beberapa hal. Pertama seorang guru yang dipenjarakan orang tua siswa karena mencubit anaknya yang pada saat itu tengah bermain kejar-kejaran dan baku siram sisa air pel yang ternyata siraman tersebut mengenai sang guru. Kasus kedua sang guru memotong rambut siswa yang sebelumnya tengah diperingatkan namun tidak dipatuhi, tidak terima dengan perlakuan guru tersebut akhirnya orang tua turun tangan dengan mengambil jalur hukum. Kasus ketiga seorang guru menampar siswa yang ribut saat waktu solat dan akhirnya dipenjarakan karena orang tua siswa tidak terima perlakuan sang guru terhadap anaknya. Terakhir seorang guru yang dipenjarakan karena menyuruh siswa untuk solat zuhur, laporan sang anak guru tersebut menamparnya menggunakan mukena tetapi hasil visum tidak membuktikan adanya bekas kekerasan pada tubuh anak tersebut, namun nasib berkata lain, orang tua anak tersebut tetap menempuh jalur hukum dan memenjarakan sang guru.
Masih banyak kasus-kasus serupa yang selalu terjadi setiap tahunnya. Setiap kasus selalu menyedot perhatian masyarakat, banyak yang memberikan komentar dengan membanding-bandingkan pendidikan jaman dulu dan sekarang, ada yang menyampaikan duka atas nasib yang diterima sang guru, ada yang mengumpat kesal pada siswa, bahkan ada yang menyuruh orang tua untuk mendidik anaknya sendiri apabila tidak terima perlakuan sang guru terhadap anaknya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendibud) Muhajir Efendi juga turut memberikan komentarnya terkait kasus-kasus pendidikan yang tengah dialami saat ini. Seperti yang diberitakan di detiknews, beliau berpandangan bahwa perlakuan siswa pada video tersebut adalah pelanggaran yang berat, namun demikian sanksi yang diberikan janganlah sampai merampas masa depan siswa tersebut, sekolah harus bisa menjamin bagaimana menangani siswa-siswa yang memiliki perilaku khusus dan guru harus introspeksi agar tampil berwibawa dan disegani siswanya. Pernyataan yang diutarakan Mendikbud dalam hal ini Bapak Muhajir Efendi rupanya mendapat respon kurang baik dari para pembaca terutama dengan perkataan beliau bahwa guru harus introspeksi agar tampil berwibawa. Hujatan demi hujatan dilontarkan warganet dalam kolom komentarnya. Banyak warganet yang berkomentar mempertanyakan standar wibawa yang dimaksud, menyayangkan perkataan beliau, dan komentar-komentar yang intinya merasa keberatan jikalau guru yang disalahkan dalam kasus yang terjadi sekarang dan hanya guru yang harus berintrospeksi diri.
Memang kasus-kasus yang terjadi belakangan ini menjadikan polemik dan perdebatan semua kalangan, banyak yang menyayangkan perilaku-perilaku siswa di era milenial ini, meraka khawatir masa depan bangsa dengan perilaku para pemuda generasi penerusnya. Kekhawatiran tersebut tentu akan terjadi apabila kita hanya sekedar bersimpati namun tanpa tindakan yang pasti, bukan hanya berpendapat tapi juga harus berkontribusi guna pendidikan yang lebih baik.
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan yang berkualitas merupakan penentu kemajuan suatu bangsa. Guru memang pelaku pendidikan utama dalam memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan lainnya yang tentunya dalam lingkup lembaga pendidikan. Namun kita harus tahu bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengenyam ilmu di bangku sekolah, tetapi pendidikan juga lebih luas dari itu. Sejak lahir seorang anak sudah mendapat pendidikan di lingkungan keluarga dan orang tua yang menjadi pendidik utama, kemudian masuk lingkungan sekolah dan mendapat pendidikan dari seorang guru, tidak hanya itu masyarakat dan lingkungan pergaulan si anakpun turut andil dalam memberikan pendidikan dalam hal karakter yang lebih ditekankan. Kita tahu bahwa usia kanak-kanak hingga remaja adalah masa dimana seorang anak menemukan jati dirinya, menemukan karakter khususnya yang tentunya masih bisa diarahkan oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian sudah jelas bahwa bukan hanya guru tetapi juga orang tua, masyarakat dan termasuk pemerintah memiliki peran dalam pendidikan generasi penerus bangsa, introspeksi bukan hanya bagi guru-guru saja tetapi juga bagi kita semua.
Orang tua selaku panutan di rumah, guru pertama yang dikenal oleh anak dalam mengarungi kehidupannya. Pikirkan sudah benarkah cara kita mendidik dan memberikan waktu kepada anak-anak kita. Pemikiran seorang anak yang masih murni biasanya akan menirukan hal-hal yang dilakukan orang tuanya. Maka dari itu berilah pendidikan dini yang baik, beritahukan kepada si anak cara-cara berperilaku yang baik, tidak hanya melalui ucapan namun juga dengan tindakan sehari-hari. Masa kanak-kanak hingga menginjak dewasa seorang anak sangatlah membutuhkan kehadiran sosok orang tua disampingnya, memberikan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Kebanyakan perilaku siswa di sekolah yang tidak baik disebabkan karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang terlalu sibuk dalam bekerja akibatnya mereka mencari perhatian di lingkungan lain dengan cara yang salah. Namun bukan itu yang diinginkan oleh sang anak, mereka ingin orang tua tetap bisa membagi waktu antara pekerjaan dan juga perhatian pada mereka. Memfasilitasi segala hal yang diinginkan oleh anak pun rasanya kurang baik, orang tua harus pintar memilah mana yang dibutuhkan oleh anak-anaknya agar tidak terkesan memanjakan sang anak, akibatnya bisa fatal anak menjadi terlalu tergantung pada orang tua dan terkesan menjadi seorang bos, orang tua hanya sebagai pelayan. Selain dalam hal memberikan perhatian, orang tua juga harus pandai-pandai memilah siaran-siaran televisi yang dewasa ini banyak acara kurang mendidik. Berilah edukasi dari setiap tayangan yang ditonton oleh si anak dan upayakan tayangan yang ditonton memang sesuai untuk anak-anak diusianya.
Guru, seorang pendidik yang memang sudah kodratnya diayomi dan dihormati oleh seluruh siswanya. Memang ada benarnya apa yang dikatakan oleh Bapak Menteri bahwa guru harus introspeksi namun disini yang harus diinstrospeksi bukan dalam hal kewibawaan melainkan cara dan metode pendekatan seorang guru dalam mendidik para siswa yang memiliki karakter berbeda dan latar belakang yang berbeda. Pembelajaran abad 21 menuntut seorang guru bisa lebih kreatif dan inovatif karena materi yang disuguhkan kepada siswa bobotnya semakin berat bahkan belum siap secara keseluruhan diterima oleh siswa. Hal ini tentu membuat siswa-siswa sekarang gampang sekali putus asa dan akhirnya malas untuk belajar. Disini tugas seorang guru untuk memikirkan metode terbaik agar para siswa kembali bersemangat dalam belajar. Metode ceramah bukan lagi metode yang tepat guna dalam pembelajaran. Siswa sekarang rata-rata memiliki karakter yang aktif tidak bisa diam ditempat, gunakanlah metode-metode yang membuat siswa lebih banyak beraktifitas seperti permainan, aktivitas lapangan, praktek labolatorium atau pembelajaran dengan cara turnamen antar kelompok. Kenali pula bagaimana karakter setiap siswa dikelas, dari mulai yang pendiam, aktif, pintar, kurang pintar, baik dan nakal. Jangan langsung menjudge tidak baik kepada siswa, tetapi sebagai seorang guru kita harus lakukan pendekatan secara personal terhadap siswa terutama mereka-mereka yang memiliki kelakuan kurang baik, gali informasi mengenai latar belakang siswa tersebut, hal ini tentu agar kita bisa menentukan metode seperti apa yang tepat agar keaktifan siswa bisa terarahkan dengan baik. Jangan samakan pendidikan kita dulu dan sekarang yang mana tindakan kekerasan sebagai jalan agar siswa yang perilakunya kurang baik menjadi lebih baik, cobalah dengan memberikan kasih sayang yang belum pernah siswa rasakan mungkin dilingkungan keluarganya akibat kesibukan sang orang tua. Tentu para guru lebih mengetahui step by step dalam memberikan perlakuan bagi siswa yang kurang baik kelakuannya.
Masyarakat, lingkungan pergaulan dan media-media penyiaran, lingkup yang sekaan tidak ada pengaruhnya namun memiliki dampak yang cukup besar bagi perubahan karakter anak. Jadilah masyarakat yang peka akan perkembangan pendidikan bangsa, berikan nilai-nilai postif dalam kehidupan bermasyarakat. Media penyiaran, jangan hanya mementingkan rating namun moril yang ditanamkan dalam setiap programnya minim akan kebaikan. Jangan hanya pintar berkomentar di media sosial yang terkadang kata-katanya tidak berpendidikan, namun cobalah untuk bertindak nyata berkontribusi terhadap pendidikan jika memang kita selaku masyarakat peduli akan pendidikan bangsa kita.
Terakhir adalah pemerintah selaku pemegang kebijakan. Para guru saat ini berada dalam posisi dilema karena kebijakan yang cukup membatasi ruang gerak guru, salah-salah akibat hal sepele guru bisa masuk penjara seperti beberapa kasus yang diutarakan tadi, namun guru sendiri merasa tidak ada perlindungan dari pemerintah. Cobalah untuk lebih memperhatikan kesejahteran para guru terutama guru-guru yang masih berstatus honorer. Jangan hanya memberlakukan kebijakan baru dalam pendidikan namun tidak memperhatikan para guru yang langsung terjun dilapangan. Cobalah kaji kembali kurikulum yang diberlakukan sekarang, lihat pelaksanaan dilapangan, kebanyakan para siswa bahkan guru pun masih terseret dan masih banyak ketidakjelasan dari implementasi kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan dewasa ini. perubahan sisterm dan kurikulum pendidikan tentu dihasilkan dari evaluasi dan monitoring pelaksanaan dilapangan yang mana harusnya bisa semakin baik bukan malah sebaliknya.
Pendidikan adalah pondasi kehidupan suatu bangsa, kualitas pendidikan akan menjadi penentu kemana suatu bangsa akan bergerak. Segala aspek dalam kehidupan tidak akan lepas dari proses pendidikan. Pendidikan bukan hanya tugas bagi seorang guru namun juga tugas kita semua. Mari kita introspeksi diri kita, sejauh mana kontribusi kita dalam kemajuan pendidikan terutama dalam pembentukan karakter para generasi muda penerus bangsa. Karakter yang baik tentu akan tumbuh dari lingkungan yang baik. Hal ini yang akan berdampak pada kualitas pendidikan bangsa yang lebih baik.

Rabu, 12 Juni 2019

THE ADVENTURE OF AN EDUCATOR IN BLACK PEARL LAND



Matahari pagi mulai menyibakkan tirai tipis kabut pegunungan, berganti dengan hangatnya pancaran sinar yang diberikan, embun pagi sedikit demi sedikit menguap menyatu dengan sejuknya udara pegunungan, burung-burung berkicauan mengumandangkan syukur kepada sang pencipta atas karunia yang diberikan-Nya. Pagi itu terlihat seorang Pemuda tengah sibuk mengemas pakaian dan perlengkapan lainnya seperti senter, sleeping bag, perlengkapan mandi, perlengkapan solat, obat-obatan, laptop, dan lainnya. Sejak semalam dia terus mengecek segala kebutuhan yang harus dibawa karena besoknya dia akan meninggalkan kampung halaman untuk bertugas di daerah yang jauh dari keramian dan ketersediaan kebutuhan sehari-hari.
Epul, nama dari pemuda yang tengah sibuk mengemas barang tersebut. Salah satu pemuda yang berhasil lolos mengikuti program Pemerintah untuk mengabdi sebagai Pendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) yang bekerjasama dengan kampus-kampus terkemuka diseluruh wilayah Republik Indonesia. Setelah melewati beberapa proses seleksi akhirnya Epul diterima sebagai pendidik di daerah 3T dan mendapat tugas di pelosok Kabupaten Asmat, Papua bersama dengan 54 rekan sesama Pendidik lainnya.
Hari ini adalah hari terakhir dia bisa menikmati udara pegunungan, menikmati makanan masakan Ibunya, menikmati fasilitas teknologi informasi dan komunikasi karena malam hari nanti dia bersama rekan-rekannya akan diantar menuju lokasi pengabdian. Barang-barang yang akan dibawa kini sudah rapi berada di dalam tas carrier, sementara laptop dimasukkan ke dalam tas gendong biasa. Setelah pamit dengan sanak saudara, Epul diantar bersama kedua orang tuanya dan juga beberapa saudara yang ikut ke Kampus tempat dulu dia mendaftarkan diri sebagai peserta untuk berkumpul dengan rekan-rekan lain dan nanti akan berangkat bersama menuju bandara Soekarno-Hatta.
Derai air mata dan doa tak kuasa mengalir dari kedua mata para orang tua yang akan melepaskan dengan berat hati anak-anaknya untuk bertugas di lokasi pengabdian nanti, tak terkecuali kedua orang tua Epul. Berat rasanya melepas anak sulungnya bertugas ke tanah Papua yang menurut kebanyakan orang lokasinya sangat berbahaya. Namun dia terus meyakinkan kedua orang tuanya dan memohon segala sesuatu dan penjagaan dirinya diserahkan pada Allah SWT. Untaian doa terus mengiringi langkah para Pendidik Muda yang akan berangkat menuju bandara Soekarno-Hatta dan terbang menuju tanah Papua.
Tak pernah terbayangkan olehnya ternyata untuk menuju lokasi pengabdian butuh waktu yang cukup lama dan berganti alat transportasi beberapa kali. Setelah enam jam mengudara, Epul dan rekan-rekannya harus melanjutkan perjalanan menggunakan kapal laut selama 12 jam dari pelabuhan Timika menuju pelabuhan Asmat, dari pelabuhan Asmat menuju lokasi pengabdian kembali menggunakan jalur laut menggunakan speedboat sekitar 3-4 jam perjalanan tergantung dengan kondisi lautan. Sungguh ini merupakan pengalaman pertama yang memacu adrenalinnya, sepanjang perjalanan doa terus dilantunkan mengharap keselamatan juga mengucap rasa kagum pada Sang Pencipta atas pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan.
SD Inpres Sanep, Kampung Bawor-Eseib Distrik Pantai Kasuari merupakan sekolah tempat nanti dirinya akan menjalankan tugas pengabdian selama satu tahun, sementara rekan-rekannya yang lain mendapat sekolah yang berbeda di distrik yang berbeda pula. Bangunan yang terdiri dari 4 ruangan kelas dan 1 kantor ini terbuat dari kayu-kayu Besi khas di daerah Papua tanpa adanya fasilitas toilet, perpustakaan, dan fasilitas lainnya. Sekolah yang jauh berbeda dengan yang ada di Jawa dengan fasilitas-fasilitas yang lengkap. Setibanya di lokasi Epul disambut oleh seorang pria bernama Alfius, istrinya bernama Zita yang mana keduanya merupakan Guru di sekolah tersebut serta anaknya bernama Agio. Anak-anak kampung juga turut menghampiri kami tatkala kami turun dari speedboat. Wajah-wajah berkulit hitam berambut keriting yang menjadi ciri khas masyarakat pribumi tanah Papua, sulit sekali membedakan satu dengan yang lainnya diantara mereka. Selepas berkenalan dan mengobrol, dia dipersilahkan beristirahat dan merapikan barang-barang bawaannya.
Hari-hari terus dilalui Epul, tak menyangka dirinya mendapat tugas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat hanya seorang diri terpisah dengan teman-temannya yang lain. Kini dia harus hidup sendiri selama satu tahun di daerah yang sunyi dengan dikelilingi hutan dan sungai. Suara-suara asing di malam hari terkadang membuat dirinya merasa takut, takut akan hewan buas atau tanpa disadari ada warga yang masuk tanpa izin. Sejak kecil Ibunya mendidik dia agar terbiasa membersihkan rumah, mencuci pakaian, mencuci perabotan, memasak dan terbiasa untuk bisa mandiri sehingga tatkala jauh dari orang tua dia bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik, rumah tempatnya tinggal terjaga kebersihannya, makanpun terjaga 3 kali sehari walau dengan lauk seadanya. Memasak dengan kompor minyak tanahpun tidak jadi masalah buatnya, malah menjadi kenangan tersendiri bisa kembali merasakan bagaimana tangan hitam berbau minyak tatkala harus menarik sumbu-sumbu kompor yang mulai habis terbakar. Bukan hanya itu, orang tuanya juga berpesan dimanapun dia menginjakkan kakinya, berikanlah yang terbaik, beradaptasilah dengan baik agar mampu diterima oleh masyarakat dengan baik. Hidup dalam kesederhanaan selama pengabdian membuatnya sadar bahwa untuk bahagia tidak harus dengan banyak harta tapi dengan selalu bersyukur atas apa yang didapat, hidup dalam kesederhanaan membuatnya lebih pandai mengatur segala sesuatu agar kehidupannya tercukupi.
Tugasnya sebagai pendidik tak pernah dia tinggalkan sedikitpun, selalu dilakoni dengan sepenuh hati. Meskipun dia mendapat anak-anak didik paling nakal di sekolah, sebagian besar belum bisa membaca, tidak mau belajar, susah diatur, namun semua tidak menyurutkan semangatnya untuk memberikan pendidikan bagi mereka. Baginya, anak-anak nakal dan aktif justru merupakan cikal bakal generasi yang mampu merubah dunia, tentunya harus tetap dalam bimbingan dan pengawasan. Berbagai macam metode mengajar dia lakukan mulai dari mengajar di atas jembatan depan sekolah, belajar di pinggir sungai, membuat permainan, nyanyian, membuat kerajinan tangan, semua dilakukan untuk menarik perhatian anak-anak agar mau belajar, bahkan mempelajari bahasa suku mereka serta bahasa Indonesia Timur dia lakoni agar lebih mudah penyampaian materi kepada anak-anak di sekolah. Dia yakin bahwa anak-anak pedalaman juga memiliki bakat-bakat serta kemampuan yang mumpuni seperti anak-anak di kota-kota besar apabila telaten dalam mendidiknya. Maka tak ayal Pendidik Muda ini sering melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan pramuka, senam, permainan tradisional, bola voli dan sepak bola serta kegiatan-kegiatan peringatan hari besar nasional yang mana tujuannya agar kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap anak bisa diasah dengan baik. Anak-anak di sekolah juga diajarkan tata cara pelaksanaan upacara bendera setiap senin pagi sebagai proses mendisiplinkan diri dan pengingat akan jasa-jasa para pahlawan yang berjuang demi mengibarkan sang merah putih. Pencapaian yang mengejutkan adalah anak-anak mampu melaksanakan upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan mengenakan cawat sebagai pakaian adat Kabupaten Asmat. Akibat kerja keras dan kegigihannya, anak-anak semakin giat datang ke sekolah, sedikit demi sedikit mereka mulai bisa membaca, tingkat kecerdasan mereka mulai berkembang dengan baik, hingga Pendidik Muda tersebut mampu membawa anak didiknya untuk pertama kali mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat distrik dan berhasil meraih juara kedua untuk mata pelajaran Matematika. Kebahagian terpancar dari wajah anak-anak yang mengikuti perlombaan, mereka tidak sabar ingin mengikuti kegiatan berikutnya, hal ini tentu menjadi salah satu faktor penguat keinginan mereka untuk belajar.
Hari demi hari, bulan demi bulan terus dilalui, tak terasa Epul telah mendapatkan tempat di hati anak-anak dan masyarakat sekitar. Meskipun dia tinggal sendiri dan jauh dari keluarga, kini dia tidak merasa sendirian dan terasingkan, kesunyian malam juga tak lagi membuat dirinya merasa takut. Hubungan dengan para guru terjalin dengan baik, satu sama lain saling bertukar pikiran dan pendapat. Beruntung dia mendapat sosok kepala sekolah yang sangat berdedikasi tinggi terhadap pendidikan terutama untuk sekolah tempat beliau mengabdi. Anak-anak tidak hanya bertemu saat di sekolah saja, namun sekarang tiga kali dalam seminggu mereka datang untuk belajar di sore hari, terkadang Epul memperkenalkan permainan-permainan tradisional yang dulu pernah mereka mainkan di tanah kelahirannya, dia juga sering berbagi cerita tentang kondisi lingkungan yang ada di Jawa, berbagi cerita perjalanan bisa sampai ke tanah Papua serta berbagi cerita tentang cita-citanya juga cita-cita anak-anak didiknya, memancing ikan dan udang bersama anak-anak di tengah malam yang sunyi dan gelap gulita, namun begitu dia menikmatinya dengan penuh suka cita. Masyarakatpun menerimanya dengan baik, obrolan-obrolan ringan sering terjadi terutama di sore hari sambil duduk di atas jembatan, masyarakat juga sering berbagi bahan makanan seperti sayur dan ubi, toleransi dan gotong royong yang mereka miliki sangat tinggi. Epul yang hanya satu-satunya beragama Islam di kampung itu tidak merasa didiskriminasi oleh masyarakat sekitar. Masyarakat dan para guru di sana semua menganut agama Kristen Katolik dan Protestan, namun demikian Epul sering diperlakukan dengan baik, ibadah selalu ia jalankan tanpa ada yang menghalang-halangi, bahkan makanan pun terkadang masyarakat bertanya apakah mereka berdua bisa memakan jenis makanan tertentu atau tidak. Sungguh diluar dari apa yang dibayangkan oleh Epul sebelumnya, masyarakat Papua memang keras, gaya bahasanya memang kasar, mudah tersulut emosi, tapi perlu digaris bawahi bahwa mereka juga sangat baik bahkan lebih baik dari orang-orang yang hidup diperkotaan, memang terkadang ia sering mendengar keributan masyarakat sekitar, terutama keributan antar kampung sampai-sampai senjata seperti panah, parang dan senjata tajam lainnya menjadi bagian dalam keributan tersebut, tetapi masyarakat tidak pernah sampai mengganggu dirinya.
Sadar ataupun tidak, hatinya telah menemukan kenyamanan dipedalaman Papua. Masyarakat yang begitu baik, rekan guru yang saling mengayomi, anak-anak yang penuh keceriaan sudah menjadi keluarga baru yang membuat dirinya betah dan merasa aman. Lingkungan yang dikelilingi nuansa hijau, pemandangan sekitar sungai yang indah, pesona langit sore yang indah, semua tidak bisa ditemukan bila sudah kembali ke Jawa nanti. Walaupun tanpa sinyal seluler, tanpa adanya listrik, tanpa alat komunikasi dan informasi, bahkan hanya diiringi dengan kesunyian namun semua itu justru membuat kenyamanan dan ketenangan tersendiri di hatinya, ingin rasanya lebih lama mengabdi disana menikmati segala macam suguhan alam yang ada. Waktu terus berjalan tak mampu untuk ia cegah, hari dimana perpisahan itu kini telah di depan mata. Kini ia harus mengucapkan salam perpisahan dengan seluruh anak didiknya yang selama satu tahun ini mereka didik, berpamitan dengan seluruh warga masyarakat dan berpamitan dengan kepala sekolah serta guru-guru yang dengan tangan terbuka menerimanya sebagai guru sementara. Dia memeluk para guru serta anak-anak didiknya untuk terakhir kali karena dia tidak tahu kapan bisa bertemu kembali dengan mereka. Epul mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam atas kebaikan seluruh masyarakat dan pihak sekolah. Derai air mata tak kuasa mengalir membasahi pipi Epul, tak ayal masyarakat dan anak-anak pun ikut menangis, mereka tak mau berpisah dengan Pendidik Muda tersebut. Kepala sekolah tak lupa memberikan doa semoga masih bisa dipertemukan kembali dan semoga kedua guru muda tersebut bisa meraih kesuksesan dan mendedikasikan diri bagi pendidikan di Indonesia khususnya di daerah tempat mereka nanti kembali mengabdi. Epul diantar berarak oleh seluruh masyarakat menuju pelabuhan pinggir sungai di Kampung Eseib tempat Speedboat dan orang dari dinas pendidikan menunggu. Sekali lagi sebelum menaiki Speedboat Epul kembali merangkul dan memeluk kepala sekolah dan juga menyempatkan foto bersama sebagai kenang-kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Epul lantas menaiki Speedboat dan pamit kembali berkumpul dengan rekan-rekannya yang lain untuk kembali terbang ke Jakarta dan pulang ke tempat masing-masing. 
Suara-suara kendaraan yang berlalu lalang, kerlap kerlip lampu bangunan dan penerangan jalan menandakan bahwa dirinya kini sudah berada di kota besar Pula Jawa. Sebentar lagi para Pendidik Muda akan bertemu dengan sanak saudaranya, melepas rasa rindu setelah satu tahun terpisah tanpa bisa saling menghubungi, membagikan seluruh pengalaman yang telah dijalaninya selama mengabdi. Pengabdian yang telah dijalani selama satu tahun ini membuat Epul semakin bersemangat untuk mengabdikan dirinya di dunia pendidikan, dia yakin kualitas pendidikan merupakan pondasi utama majunya suatu bangsa.

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN OLEH ASEP SAEPUL, S.Pd., Gr CGP ANGKAT...