Senin, 01 Juli 2019

Sistem ZONASI, Solusi atau masalah baru pendidikan di Indonesia?



Pemerintah melalui kebijakannya kembali membuat peraturan baru yang mana kali ini peraturan tersebut berkaitan dengan dunia pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) mengeluarkan peraturan sistem Zonasi dalam Peneriaam Peserta Didik Baru (PPDB). Zonasi merupakan sistem dimana peserta didik hanya bisa medaftar ke sekolah negeri dalam batas zona dekat dengan domilisi peserta didik tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan juga peserta didik bisa mendaftar di luar zona melalui jalur nonzona dan jalur pindah tugas orang tua hanya saja presentase yang disediakan melalui jalur ini sangatlah sedikit dibanding jalur zonasi. Tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah dengan menerapkannya sistem ini ialah demi pemerataan kualitas pendidikan, mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah demi penguatan karakter individu, menghapus istilah sekolah favorit (semua sekolah harus memiliki kualitas yang baik), redistribusi dan pemerataan guru serta perbaikan sarana prasarana sekolah.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Kemdikbud tentu banyak mengundang respon dari masyarakat. Pro dan kontra akan suatu kebijakan sudah tak asing lagi terutama apabila berkaitan dengan pendidikan, masyarakat dengan jempol-jempol saktinya langsung melontarkan argumen mereka menunjukkan bahwa mereka peduli dengan pendidikan di Indonesia. Masyarakat yang pro dengan kebijakan pemerintah menilai bahwa tujuan adanya sistem ini memang sudah tepat terutama perihal label sekolah favorit yang kadang mengakibatkan terjadinya kesenjangan jumlah murid di suatu sekolah dengan sekolah lain. Lain hal dengan mereka yang kontra akan kebijakan yang dikeluarkan, sugesti yang berkembang di masyarakat yang mana prestasi akademik adalah hal segalanya dalam dunia pendidikan membuat mereka khawatir dengan pretasi anak-anaknya bila disekolahkan di sekolah biasa, peserta didik menganggap bahwa usaha mereka belajar demi mendapat nilai tinggi dan masuk sekolah favorit menjadi sia-sia, kondisi setiap sekolah yang berbeda pun menjadi pertimbangan masyarakat.
Lalu bagaimana pelaksanaannya dilapangan? Nyatanya sistem ini belum berjalan dengan baik, masih perlu adanya perbaikan dalam teknik pelaksanaan sistem zonasi ini. presentase zonasi di setiap daerah ternyata berbeda-beda mulai dari 60%, 70% sampai 80% PPDB jalur zonasi sisanya melalui jalur prestasi atau luar zona. Pendaftar tercepat menjadi prioritas pihak sekolah dalam penerimaannya meskipun jaraknya masih kalah dengan pendaftar lain namun sedikit dibelakang ketika mendaftar. Nilai masih menjadi patokan, tetapi banyak siswa yang mendaftar dengan nilai tinggi namun tidak lulus karena sistem zonasi. Awak media memberitakan bagaimana ricuhnya proses PPDB di beberapa sekolah yang ada di Indonesia, berbeda dengan dulu, kini antrian pendaftaran sekolah seperti antrian masyarakat ketika mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain ricuhnya antrian orang tua siswa yang ingin mendaftarkan anaknya, ada pula diberitakan siswa yang kecewa karena tidak diterima di sekolah negeri walau dia memiliki segudang prestasi yang akhirnya membakar piagam-piagam penghargaan karena dirasa sudah tidak berguna bagi kehidupannya. Ada pula yang hampir bunuh diri karena kecewa tidak diterima disekolah yang dia mau karena sistem zonasi ini. Masyarakat yang kontra akan kebijakan pemerintah ini tidka henti-hentinya membombardir argumennya melalui jejaring sosial, setiap ada postingan yang berkaitan dengan sistem zonasi, masyarakat langsung cepat respon hingga terbit sebuah pribahasa “TUNTUTLAH ILMU SEBATAS ZONASI”.
Memang pada dasarnya kebijakan ini belum maksimal dalam pelaksanaannya, masih banyak ketimpangan yang harus diperbaiki. Apakah sistem zonasi merupakan langkah pertama dalam pemerataan pendidikan atau perbaikan kualitas sekolah dan tenaga kependidikan yang harus didahulukan. Apabila meniliki lebih dalam, memang ada beberapa yang menjadi plus dan minus dari kebijakan sistem zonasi ini. Plusnya adalah pemerintah berusaha membunuh sugesti masyarakat terkait sekolah favorit, disamping itu pemerataan jumlah siswa di setiap sekolah agar tidak terjadi pembludakan hanya di beberapa sekolah saja. Namun minunya dari sistem ini adalah pola pikir masyarakat Indonesia yang mengedepankan nilai bagus disetiap mata pelajaran dan kegiatan tambahan bagi si anak mengakibatkan orang tua khawatir apabila anaknya masuk ke sekolah yang termasuk kategori biasa saja menurut mereka, hal ini tentu harus kita hapuskan dari pikiran kita karena bagaimanapun anak bisa berkembang dan terus berprestasi di manapun mereka berbeda, tidak ada sekolah yang tidak baik bagi mereka untuk menunjukkan potensinya. Kondisi sekolah dimana sarana prasarana setiap sekolah akan berbeda terlebih dengan wilayah pedesaan atau pedalaman. Apabila sistem ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, kita harus melihat kondisi di wilayah pedalaman Indonesia terutama lokasi perbatasan, bukan di pedalaman saja, kita juga bisa menemukan kondisi ini di pedesaan dimana lokasi sekolah dengan tempat tinggal siswa di wilayah yang sama berjauhan, namun tempat tinggal siswa tersebut lebih dekat dengan lokasi sekolah tetapi di wilayah berbeda. Tentu pemerintah perlu mengkaji setiap kebijakan dengan melihat kondisi dilapangan dalam hal ini wilayah pedesaaan dan pedalaman jangan melihat hanya sebatas wilayah perkotaan yang telah maju. Tentu apapun kebijakannya jika hanya melihat kondisi di perkotaan tidak akan bisa berjalan dengan baik khususnya bagi pedesaan dan pedalaman.
Sistem zonasi memang masih perlu perbaikan, masyarakat boleh setuju atau tidak karena itu merupakan tindakan kepedulian dalam pendidikan. Tapi satu yang harus kita ingat, bahwa dimanapun kita belajar, menimba ilmu, mengembangkan kemampuan dan membentuk budi pekerti yang baik, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, terima dengan tulus ikhlas karena dengan begitu apa yang kita impikan akan tercapai dengan baik.
So, Sistema zonasi , Solusi? Atau masalah baru? Silahkan berpendapat sendiri.
  

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

 KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN OLEH ASEP SAEPUL, S.Pd., Gr CGP ANGKAT...